over night in bandung. Kumaha?????

on Minggu, 25 Januari 2009


KEBIASAAN orang Bandung menghabiskan malam, bukan hanya diisi dengan clubbing ataupun pergi ke berbagai tempat hiburan malam. Mereka ada juga yang kerap datang ke tempat-tempat makan unik. Sebuah tempat yang berfungsi bukan saja untuk ”ngganjel” perut yang keroncongan saat malam hari. Tetapi tempat mangkal, sambil ngaso dan ngobrol ngalor ngidul sambil menikmati pemandangan kota di malam hari.

Sebut saja ”Bubur Ayam PR”, tempat makan yang terletak dep
an Gedung PWI dan bersebelahan dengan kantor Pikiran Rakyat di Jln. Asia Afrika Bandung ini, sudah menjadi tempat nongkrong favorit saat malam hari. Dengan asapnya yang masih mengepul, bubur bertabur ayam, ati ampela, cakue, dan emping garing ini, pasti mengundang Anda untuk mencicipinya. Ditemani syair ”Demi Waktu” milik Ungu yang dikumandangkan pengamen jalanan, bubur itu bisa tandas sebelum lagu usai.

”Bubur Ayam PR” memang disajikan dalam porsi sedikit (setengah mangkuk) dengan harga Rp 7.000,00 per porsi. Tak ayal, bila kawula muda yang sering datang tempat ini bisa menghabiskan lebih dari satu porsi bubur.

”Bubur Ayam PR” sudah mangkal di tempat ini sejak 1982. Walau hanya berbekal satu gerobak dan beberapa kursi plastik, penikmatnya cukup banyak. Mereka mulai ramai berdatangan sejak pukul 21.00 hingga 22.00 WIB. Bahkan, dulu, para tamu hotel pun bisa memesannya.

”Dibandingkan dengan bubur lain sih mungkin sama, tetapi di sini tempatnya strategis karena terletak di jantung kota. Pembeli bukan hanya makan bubur, tetapi juga dapat menikmati suasana kota. Melihat hotel Savoy Homann dan Gedung Merdeka yang megah,” ujar pemilik yang mengaku sebagai generasi kedua setelah ayahnya ini.

Selain ”Bubur Ayam PR”, tempat makan yang juga tempat nongkrong asyik adalah warung ”CeMar” yang terletak tepat di pertigaan Cikapundung Timur dengan Jln. Cikapundung atau toko Taurus (pada siang hari). Sedangkan nama CeMar itu merupakan singkat dari cepat Mar dan ceu Mar. ”Jadinya, dibilang saja Warung Oemar,” ujar Ibu Maria pemilik warung sekaligus kasir.

Di tempat ini terhidang sepuluh jenis lebih lauk-pauk plus beragam jenis gorengan seperti bala-bala, goreng tempe, dll. Tetapi menu paling ”kojo” dan banyak diminati pengunjung adalah gulai.

Tak heran, bila Ibu Maria bisa menghabiskan beras tak kurang 70 kg per malam. ”Di sini kita memang menyediakan menu prasmanan lengkap, ada ikan, lauk, telur, goreng-goreng, bacem, dan tumis. Tetapi yang paling disukai pembeli itu gulai,” ujar ibu Maria.

Ibu Maria dan suaminya telah merintis usaha ini sejak sepuluh tahun lalu. Kalangan pembelinya tak hanya datang dari anak-anak muda yang menghabiskan malam harinya, tetapi juga para orang tua yang ingin memberi variasi bagi makan malamnya.

**

DI jantung kota agak ke sebelah barat, tepatnya di Jln. Stasiun Lama bersebelahan dengan terminal angkot St. Hall-Lembang, ada tempat makan ”serem-serem mendebarkan”. Apa pasal? Tengok saja lampunya, selain remang-remang, pengunjungnya pun sangat beragam. Mulai dari abang-abang becak, para petugas stasiun dan terminal, sampai para pendatang yang baru tiba di Bandung dengan kereta. Bahkan kalangan atas ber-”Mercy” pun ada juga. Mereka semua bisa tumplek ke tempat bernama warung Ma’ Unus.

Apalagi bila jam mulai menunjukkan pukul 22.00 WIB ke atas, para pemburu rasa bisa ngantri panjang berderet. Bila dilihat sekilas, warung Ma’ Unus ini memang tidak berbeda dengan warteg-warteg lainnya. Tetapi yang menjadi ”magnet” warung yang buka 24 jam ini adalah perkedelnya. Namanya ”Perkedel Bondon”! Konon, menurut sahibul cerita dari mulut ke mulut, tempat ini awalnya memang tempat mangkal para pekerja seks komersial (PSK) yang juga kerap melakukan transaksi di tempat tersebut.

Akibatnya, bisa ditebak! Perkedel yang tersedia di warung Ma’Unus, dikenal urang Bandung dengan sebutan ”Perkedel Bondon”. Perkedel ini sebenarnya perkedel biasa, terbuat dari kentang dicampur telur. Harganya pun tidak mahal, hanya Rp 600,00. ”Ah, heunteu didagingan, neng. Biasa we, kentang sareng endog dicampur teras digoreng,” ujar ibu Ani (53) yang cukup sibuk melayani pembeli yang sudah mulai berderet.

Saking perkedel ini terkenal, ibu Ani bisa menghabiskan 40 kg kentang per hari. Padahal, hidangan lain juga ada, seperti babat raweuy, ayam goreng, tempe goreng, lalapan, dll. Asyiknya, di tempat ini, saluran televisi yang dipasang, pastilah lagu dangdut. Seperti Kamis (9/3) malam itu, saat ”PR” menyambangi warung ini, goyangan Uut Permatasari yang ditayangkan sebuah stasiun swasta sangat mengobati para pembeli yang mengantre.

”Saya sudah lima tahun langgan beli perkedel di sini, rasanya enak dan lebih praktis, enggak usah bikin sendiri,” ujar Ade (45) ikut mengantre sejak pukul 23.00 WIB.

Dari stasiun, agak ke sebelah selatan, atau tepatnya di Jln. Pasirkoja sesudah pertigaan Pasirkoja-Kopo, ada tempat mangkal yang sama uniknya.

Di tempat ini, sebagian besar pengunjungnya adalah warga keturunan. ”Duka teu terang, tetapi mereka sering ke sini dan sudah menjadi pelanggan tetap,” Hendi (34) pemilik warung tenda ”Nasi Kuning Pasirkoja”.

Menu ”kojo” di tempat ini sangat ”kahot”, yakni semur jengkol! Padahal, dalam satu porsi nasi kuning, sudah dilengkapi dengan daging, telur, dan tahu. Tetapi tanpa semur jengkol, serasa belum makan nasi kuning Pasirkoja, begitu kata para pelanggan yang datang bermobil mewah itu. ”Peminatnya memang banyak, dari kalangan bawah sampai atas. Bahkan artis juga banyak yang sering mangkal di sini,” ujar Hendi sambil menyebut nama RiF, Aming, dan beberapa personel Project Pop.

**

MENUJU ke arah utara kota Bandung, tempat-tempat nongkrong dan makan 24 jam cukup banyak. Tetapi yang paling dikenal dan ramai dikunjungi anak muda, terutama mahasiswa, adalah kafe tenda Madtari dan kafe Olala.

Kafe tenda Madtari terletak di Jln. Ir. Djuanda (daerah Dago), tepatnya seberang timur pertigaan Cikapayang, di bawah jembatan layang Pasupati.

Di tempat ini, terdapat menu favorit semua kalangan: internet! (indomie, telur, kornet) dan pisang keju.

Kafe ini mulai buka pukul 17.00 WIB hingga dini hari atau sekira pukul 03.00 WIB. Usaha yang dirintis sejak tahun 2000 dan telah pindah di tiga lokasi ini, menurut Agus sang pemilik, sebagian besar pembelinya adalah mahasiswa. Mereka bukan hanya dari Bandung, tetapi juga pendatang musiman dari Jakarta atau kota besar lain di tanah air. Bahkan para artis Bandung pun, kerap datang.

Bagi para pencinta kopi, dapat menghabiskan malam harinya dengan mengunjungi kafe Olala. Kafe yang didesain bergaya metropolis ini, memang berbeda dengan tempat-tempat makan dan nongkrong sebelumnya. Letaknya yang berada di atas Jln. Dago dengan sofa-sofa hangat di bagian dalam kafe, memberi kesan yang hommy banget. Sedangkan kursi-kursi aluminium yang ditempatkan di luar kafe, dapat memanjakan pengunjung saat menikmati Dago malam hari.

Sama halnya Madtari, kafe ini, menurut asisten kafe, Dodi, pangsa pasarnya adalah mahasiswa. Tetapi karena letaknya yang strategis, menjadikan tempat ini dikunjungi banyak orang. Termasuk menjadi tempat ”janjian” mereka sebelum menyusuri Bandung malam hari.

Ada juga yang menjadikannya sebagai tempat mengerjakan tugas-tugas kuliah atau bahkan melakukan lobi-lobi masalah bisnis. ”Bahkan ada lho, yang bela-belain datang sendirian ke sini hanya untuk mengerjakan tugas atau PR kampus,” ujarnya lagi.

Makanan favorit yang banyak dipilih adalah soup feuillette. Meski demikian, berbagai jenis ”pastry” seperti ”croisant”, dll, tergerai di etalase yang diladeni anak-anak muda berpakaian merah.

Khusus untuk minuman, dapat dipilih minuman panas seperti hot cappucino atau hot tea dan untuk minuman dingin dapat dipilih ice chocolate atau ice strawwberry.

Di tempat ini, pengunjung juga bisa nonton bareng acara-acara olah raga semisal sepak bola ataupun rally F-1, dll. Termasuk, mengunjungi hotspot-hotspot melalui internet karena pemilik kafe bekerja sama dengan sebuah jasa pelayanan internet terbesar di kota Bandung.